Selamat Datang di Sekolah Riset Satukata, Untuk informasi Kelas Riset dapat langsung menghubungi 082223235503

Empat Model Penulisan Disertasi, Nomor Tiga Paling Wow


Photo by Canva

sekolah riset satukata,-

Amin Tohari

Dalam dunia ilmu, seorang peneliti tidak hanya dituntut cakap dalam hal memproduksi pengetahuan, tapi juga harus bisa menyajikan hasil risetnya agar bisa dikonsumsi publik, mempunyai dampak dan berkontribusi pada kemajuan masyarakat.

Ada banyak ide-ide cerdas dan pikiran-pikiran tajam tapi tak pernah jadi apa-apa dan berhenti hanya sebatas lamunan atau mandeg dalam diskusi warung kopi. Kegagalan sebuah ide cerdas menjadi terobosan peradaban salah satunya karena tidak tahu bagaimana ia dituliskan, dan bagaimana disampaikan kepada khalayak luas.

Hal ini sebetulnya merupakan soal yang sangat serius tapi jarang diperhatikan. Ambil contoh misalnya, dalam era perjurnalan sekarang ini, yang awalnya diniatkan untuk mendorong para peneliti dan dosen menulis karya ilmiah, ia bisa berubah membuat orang memahami bahwa jurnal adalah satu-satunya cara bagaimana hasil riset dipublikasikan.

Ini bukan sesuatu yang salah tapi tanpa sadar membuat hasil riset hanya untuk dikonsumsi oleh kalangan ilmuan dan akademisi saja. Apa yang disebut dengan science to science ini semakin menjauhkan ilmuan, akademisi, atau peneliti dari masyarakatnya. Dan entah kenapa elitisasi ilmu ini berlangsung tanpa koreksi yang mendasar dan dibuat seolah memenuhi standar keilmiahan dunia maju.

Supaya hasil riset tidak hanya bisa dipahami oleh peneliti sendiri, diperlukan keterampilan untuk membuat sistematika penulisan. Entah bagaimana selama ini kalau bicara sistematika penulisan, biasanya hanya dikaitkan dengan semacam template yang berisi urut-urutan pembahasan, mulai dari pendahuluan hingga kesimpulan. Ini tidak terlalu meleset dan boleh-boleh saja, selama tidak plagiasi dan hanya sebatas inspirasi.

Bahkan yang umumnya ditangkap dari soal ini hanyalah sesuatu yang biasa disebut daftar isi atau outline. Sehingga kadang-kadang para penstudi mencari contoh daftar isi dari tempat  lain lalu menyalin, atau menyesuaikannya untuk diterapkan dalam karya tulisnya. Cara ini juga tidak terlalu salah tapi mungkin inilah yang membuat karya tulis antara satu angkatan dengan angkatan lainnya dalam satu disiplin ilmu tidak jauh berbeda.

Tapi yang gagal ditangkap biasanya adalah sebetulnya sesuatu di balik daftar isi atau sesuatu yang menjadi alasan kenapa daftar isi harus disusun dengan cara tertentu dan bukan cara yang lain. Kalau mau dirunut, di balik daftar isi sebetulnya ada sistematika analisis atau kadang juga disebut urutan logis pembahasan. Di balik sistematika analisis ini ada kerangka analisis dan di balik kerangka analisis ada argumen pokok. Kalau dilanjutkan lagi, argumen pokok bisa tercipta kalau lebih dulu melakukan perkaitan antara claim, reasoning dan evidence.

Argumentasi tidak muncul secara polos dan tiba-tiba. Ia biasanya akan sangat berhubungan dengan asumsi tertentu dalam menghasilkan pengetahuan ilmiah. Inilah kenapa urusan metodologi menjadi sangat penting untuk dikuasai. Kelompok yang metodologinya realisme kritis, misalnya, akan punya cara tersendiri dalam menjelaskan sesuatu. Berbeda dengan yang positivisme, konstruksionisme ataupun refleksivisme (lihat tulisan lainnya di www.sekolahrisetsatukata.id)

Dalam praktik, sepertinya ketidakhirauan pada urusan metodologi ini, berkaitan dengan disamakannya cara menulis skripsi, tesis dan disertasi dalam satu model tertentu, yang sangat bias positivisme. Akibatnya para penstudi memahami hanya itulah cara dalam menuliskan tugas akhirnya. Bahkan sampai-sampai dibuat sistem untuk menilai kalau tidak seperti itu cara menulisnya otomatis salah.

Yang perlu untuk diketahui sebagai wawasan penting adalah sebetulnya tradisi penulisan ilmiah itu tidak hanya satu saja. Ada yang lainnya juga dan semua sah untuk digunakan asalkan kita tahu alasan metodologis di baliknya.  

Yang pertama, atau tradisi yang paling tua, atau yang paling mainstream adalah model penulisan yang disebut IMRD (introduction, method, result, discussion). Dalam model ini, bagian introduction biasanya tidak terlalu panjang berisi konteks dan masalah yang hendak dicari jawabnya (pertanyaan). Bagian result (hasil) berisi cerita empiriknya, atau gambaran konkret dan rinci objek yang diteliti. Sedangkan bagian discussion (pembahasan) menjelaskan apakah hipotesa terbukti atau tidak. Abstraksi diletakkan di bagian kesimpulan. Betul memang model IMRD ini bias induktif dan empirisis.

Yang kedua adalah model seperti menulis buku. Model ini kurang populer karena biasanya tidak diperbolehkan dengan alasan karya ilmiah punya aturan sendiri, dan yang dimaksud adalah model yang pertama. Model kedua ini disebut topic-based dissertation. Penulis membahas topik-topik tertentu untuk menjelaskan argumen besarnya.

Sekilas kelihatannya lebih gampang tapi sebetulnya setiap satu topik berisi satu argumen, atau satu reasoning. Hal yang tidak cukup mudah di model ini adalah abstraksi tidak ditulis di belakang, tapi ia dibangun saat menyusun sistematika penulisan. Model ini punya empat bagian yang meliputi pendahuluan, konteks, isi dan penutup.

Yang ketiga adalah model yang tidak banyak dianjurkan karena memang cukup rumit. Cara yang ketiga ini mirip cara kedua cuma skalanya lebih mendalam. Kalau dibayangkan, isi disertasi atau tesis bukan kumpulan topik seperti dalam cara kedua, tapi setiap bab merupakan satu kajian tersendiri yang terpisah dari bagian lainnya (studies-based).

Tidak berhenti di situ saja, setelah melakukan penulisan pada setiap bab, tugas berikutnya adalah menjahit semua kajian-kajian tersebut menjadi satu penjelasan yang utuh dan padu. Setiap satu kajian sebetulnya merupakan satu disiplin ilmu. Berapa banyak disiplin ilmu yang digunakan dalam menulis disertasi, sebanyak itulah isi pembahasannya.

Cara ini sekarang sudah tidak banyak digunakan, tapi ada masa di mana ada anggapan bahwa kalau menulis disertasi setidaknya melibatkan lebih dari satu disiplin ilmu, sebab seharusnya di level ini sudah multidisiplin atau interdisiplin, bukan lagi monodisiplin. Untuk aturan masa studi doktoral yang makin diperpendek, cara ini memang dianggap tidak logis, dan akhirnya seperti lenyap dan tak pernah ada. Lalu cara pertama dianggap lebih cepat.

Yang keempat, ini biasanya diterapkan dalam tradisi Amerika di mana modelnya seperti orang menulis tapi dengan cara menyicil (article-based). Cara ini mengandaikan bahwa sepanjang studi doktoral orang menulis terus, dan setiap tulisannya harus diterbitkan di jurnal. Soal berapa jumlah tulisannya, setiap tempat punya aturannya sendiri. Lalu yang disebut disertasi adalah kumpulan dari tulisan-tulisan yang diterbitkan itu. Tentu saja tidak di sembarang jurnal. Untuk ini biasanya setiap universitas punya standar jurnal apa yang diakuinya.

Sampai di sini sekarang kita jadi tahu bahwa tradisi penulisan ilmiah bukan hanya satu model saja. Masing-masing model penulisan punya tantangannya sendiri. Memang betul bahwa selama ini, setidaknya di Indonesia, tradisi pertama adalah yang paling dominan, sehingga tradisi-tradisi lainnya kelihatan seperti tidak dianjurkan, bahkan juga tidak dikasih tahu kalau ada.

Kita jadi tahu juga bahwa untuk satu tradisi saja sudah cukup lumayan menghabiskan waktu dan energi dalam menulisnya. Bisa saja kalau mau menggabungkan dua tradisi penulisan asalkan siap menanggung semua syarat dan ketentuannya.

Demi untuk memajukan pendidikan tinggi dan meningkatkan kualitasnya, Indonesia memang selalu unik dengan menggabungkan tiga tradisi sekaligus. Sudah disuruh menulis disertasi, diminta pula menulis jurnal, lalu diharuskan untuk kuliah rutin selama satu atau dua semester. Luar biasa. 

 

Referensi

Hemmer, M.C. & Fröhlich, T. (eds.) (2023) The Art of Thesis Writing: A Comprehensive Guide to Authoring Academic Theses with Foundations of Research. Unchained Intellect Press.

Juma Mugan, J. & Welwel, M.B. (2024) Dissertation and Thesis Writing for Social Science Research: A Practical Guide. Journal of Social Science and Human Research Bulletin.

Murray, R. (2002) How to Write a Thesis. Buckingham: Open University Press.

Stephan, F., Mark, M. & Smith, I. (2019) A Practical Guide to Dissertation and Thesis Writing. Cambridge: Cambridge Scholars Publishing. 

0 Komentar