Amin Tohari
Masih banyak yang beranggapan riset dan menulis karya imiah tidak terlalu berguna, buang-buang waktu, merepotkan, menghabiskan biaya dan tidak jelas hasilnya.
Bahkan sampai sejauh ini tidak sedikit yang berpikiran buat apa repot-repot kalau ujung-ujungnya cuma menghasilkan naskah.
Kadang bahkan ditambahi justifikasi bahwa sudah ada
banyak naskah riset menumpuk di perpustakaan dan tidak ada gunanya. Yang
dibutuhkan sekarang adalah menghasilkan produk siap jual dan cepat mendatangkan
uang.
Terhadap argumen seperti itu baiknya kita iyakan saja karena niatnya memang ingin agar proses riset tidak usah dirumit-rumitkan dan hasilnya langsung siap pakai.
Riset dan penulisan
karya kemudian dianggap sama dengan membuat kerajinan tangan, bahkan argumen
itu ingin membawa pikiran berkesimpulan bahwa kerajinan tangan masih lebih baik
daripada riset yang rumit.
Cara berpikir seperti itu pelan-pelan telah membawa riset ke wilayah pinggiran yang tidak terlalu diprioritaskan. Asal naskahnya ada dan sudah sesuai kaidah pedoman penulisan langsung disetujui.
Toh pada akhirnya yang ditanya gelar dan ijazah, bukan
topik riset dan prosesnya.
Sebetulnya, secara diam-diam,
tanpa disadari, ada sekian banyak skill dan kemampuan yang sedang
dilatihkan saat melakukan riset dan menuliskan hasilnya, baik dalam bentuk
skripsi, tesis, disertasi atau lainnya.
Pertama, berimajinasi. Mereka yang bekerja dalam dunia kreativitas sepakat bahwa pengetahuan didorong oleh imajinasi.
Ada banyak cerita yang menggambarkan peran penting imajinasi bagi orang-orang yang dianggap gagal di sekolah, tapi mampu mencapai hal-hal berpengaruh besar bagi dunia.
Albert Einstein dikeluarkan dari sekolah karena
dianggap bodoh, tapi itu ternyata menyelamatkan imajinasinya dengan cara lebih
baik. Dunia kini berterima kasih padanya atas penemuan spektakuler dari
imajinasi yang melampui teori-teori konvensional. Riset membantu anda
mengaktiviasi imajinasi.
Kedua, abstraksi. Kemampuan ini tidak bisa terbentuk alamiah. Ia harus dilatih. Abstraksi membuat anda bisa menjelaskan hal rumit dengan cara sederhana tapi tidak menyederhanakan masalah.
Semakin kita bisa berpikir abstrak, semakin baik juga mengurai masalah dan
memecahkannya.
Ketiga, komunikasi. Dalam riset anda dituntut untuk bisa menyampaikan ide dengan baik kepada publik yang luas. Saat menuliskan hasil riset, kemampuan ini akan terbentuk dengan sendirinya.
Semakin sering menulis semakin baik cara komunikasi anda dengan
para pembaca. Presentasi hasil riset melatih anda mengasah kemampuan komunikasi
dan menguasai public speaking.
Keempat, mendengarkan (listening). Mungkin kelihatannya agak gimana gitu, tapi di zaman ini kemampuan mendengar sudah semakin jarang karena semua orang lebih ingin didengarkan daripada mendengarkan.
Dalam riset anda harus menjadi pendengar yang baik, mendengar dengan penuh perhatian, bahkan porsi mendengar ini kadang harus lebih banyak daripada bicara.
Peneliti yang baik adalah seorang pendengar yang baik.
Kelima, argumentasi. Kecakapan ini semakin melemah karena pendidikan kita basisnya pengajaran bukan riset. Kita dilatih mengulang informasi yang diajarkan setepat mungkin dalam ujian.
Anak-anak
kita cenderung takut berargumentasi. Bahkan kadang berargumen disamakan dengan ngeyel.
Argumentasi adalah kemampuan menghubungkan antara claim, evidence
dan reasoning. Seluruh kerja riset sebetulnya adalah upaya membangun
argumen.
Keenam, berpikir logis. Kemampuan ini sangat dibutuhkan dalam dunia kerja. Perusahaan mencari orang yang bisa menalar secara runtut dan objektif berbasis data dan fakta dalam menganalisis sebuah masalah.
Mampu membaca hubungan sebab akibat dengan baik, membaca pola
dan mengambil kesimpulan dengan benar untuk tindakan yang tepat dalam memecahkan
masalah berdasar rasionalitas bukan emosi.
Ketujuh, berpikir kritis. Ini adalah kemampuan tidak mudah menelan mentah-mentah informasi apapun. Mampu melihat struktur pembentuk realitas yang paling fundamental.
Kemampuan ini juga menjadi
dasar dari berpikir alternatif, melihat sesuatu tidak seperti kebanyakan orang lainnya, mendobrak
kemapanan menerobos kemandegan. Berpikir kritis diperlukan untuk tindakan transformatif.
Kedelapan, konsistensi. Ada banyak ide-ide besar yang menarik tapi sayangnya seringkali berhenti di tengah jalan. Seperti benih, setiap ide membutuhkan waktu untuk tumbuh.
Tapi tidak ada
ide bagus yang bisa tumbuh dengan baik tanpa konsistensi menjaganya. Kemampuan
ini sangat fundamenal karena riset sebetulnya mirip seperti menanam dan
menumbuhkan benih gagasan menjadi sesuatu yang berdampak besar bagi kehidupan.
Sembilan, open-minded. Dalam riset, anda tak bisa melakukannya kalau tidak punya pikiran terbuka.
Ini
adalah kemampuan menerima ide, pendapat, dan perspektif baru yang berbeda. Bahkan
jika pun tidak sependapat, tetap bersikap positif dan tidak menghakimi, serta
mau belajar dari pengalaman dan kesalahan.
Kesepuluh, kolaborasi. Riset tak bisa dilakukan sendirian, kolaborasi adalah sebuah keharusan.
Anda dilatih bekerja sama secara efektif dengan orang lain untuk mendiskusikan ide, memecahkan masalah, dan mencapai tujuan bersama dalam komunikasi saling menghormati dan dan bertanggung jawab.
Ini skill paling dibutuhkan di abad 21.
Kesebelas, fokus. Ini merupakan kemampuan untuk memusatkan perhatian dan energi pada tugas tertentu.
Dalam riset anda harus fokus pada menjawab pertanyaan riset, skill fokus dibutuhkan agar tidak mudah beralih melihat hal-hal yang tak terkait dengan riset.
Skill ini juga membantu anda memilah mana yang relevan dan mana
yang tidak.
Kedua belas, persistensi. Ini adalah kemampuan untuk tetap gigih, fokus, dan pantang menyerah dalam menghadapi kendala dan hambatan.
Ini bukan hanya soal keras kepala, tapi daya
tahan mental untuk kuat dan sabar melakukan hal-hal yang mungkin kelihatan
tidak cepat membuahkan hasil.
Ketiga belas, retorika. Secara tanpa disadari anda dilatih untuk mengusaai seni berbicara atau menulis secara efektif untuk membujuk, memengaruhi, atau menyampaikan pesan dengan kuat dan menarik.
Ini melibatkan penggunaan bahasa secara strategis, terstruktur, dan
persuasif, baik secara lisan maupun tulisan.
Keempat belas, literasi. Skill literasi adalah kemampuan untuk membaca, menulis, dan memahami informasi dalam berbagai konteks, serta kemampuan untuk menggunakan, menginterpretasikan, dan berkomunikasi secara efektif.
Ini mencakup lebih dari sekadar membaca dan
menulis dasar, dan berkembang menjadi literasi digital, finansial, sains, dan
budaya, yang sangat penting untuk beradaptasi di dunia modern yang kompleks dan
serba informasi.
Kelima belas, empati. Dalam jenis riset tertentu, terutama yang menekankan tujuan understanding bukan yang explaining.
Kita harus bisa masuk ke dalam alam pikiran orang yang diteliti untuk melihat dunia dari sudut pandangnya agar bisa terungkap makna terdalam dari tindakannya.
Untuk riset jenis ini empati menjadi keharusan
bukan sesuatu yang dilarang.
Kelima belas skill tersebut hanya sebagian dari skill yang dilatih oleh riset. Ini tidak berarti sebelum riset harus menguasai skill tersebut.
Tapi itu semua bisa
terbentuk atau malah menjadi semakin tajam bersamaan dengan proses melakukan
penelitian. Semakin sering riset skill tersebut semakin bertambah kuat
dan terasah.
Riset membuat anda menjadi pribadi bernilai, memiliki keahlian, dan menguasai banyak skill penting.
Secara tanpa disadari ini membuat posisi anda semakin diperhitungkan dalam dunia
kerja, dalam karir dan pergaulan sosial yang lebih luas.
Selamat ulang tahun Sekolah Riset
Satukata. Bersama Sekolah Riset Satukata, Riset semakin bermakna. #semuaorangbisameneliti
Referensi
Cadha, N.K.
and Rajes, K. (2024) Mastering
Research Skills. New Delhi:
Misha Books.
Cottrell, S.
(2019) The Study Skills Handbook. 5th edn. London: Springer.
Buchanan, J.
et al. (eds) (2017) The
Oxford Handbook of Skills and Training.
Oxford Handbooks. Available at: https://doi.org/10.1093/oxfordhb/9780199655366.001.0001 (Accessed: 5 December 2025).

0 Komentar