Sesi tentang Tubuh: Adik Judith Butler Hadir Mempertanyakan

 

Sekolah Riset Satukata,-

Setiap kelas yang diselenggarakan oleh Sekolah Riset Satukata selalu punya cerita yang menarik. Tidak terkecuali kelas tentang Judith Butler kali ini. Bisa dikatakan kelas ini merupakan kelas tentang Judith Butler yang pertama kali diadakan di Sekolah Riset Satukata dan mungkin di Indonesia. Seringnya Judith Butler ini dibahas hanya sebagai topik tertentu saja dan biasanya dikaitkan dengan studi gender dan feminisme.

Tapi kelas ini berbeda. Judith Butler dibahas secara khusus. Ada dua belas sesi yang disediakan untuk membicarakannya. Mulai dari bermain-main kekuasaan, subjek anti mati gaya, teori penciptaan makna dan alam semesta, subjek-identitas-jati diri, kitab kejadian perempuan, hidup yang penuh kegentingan, tubuh yang ditato kekuasaan, dan seterusnya. Lebih lengkap tentang kelas ini lihat link berikut https://www.youtube.com/watch?v=186J1T2wAyc 

Sebetulnya bukan kali ini saja Judith Butler dibahas. Ada dua kelas sebelum ini yang juga mendiskusikannya tapi dalam kepentingan yang lain. Yang pertama ia dibahas pada kelas Gender dan Politik yang diselenggarakan pada September tahun lalu (link) https://www.youtube.com/watch?v=pr8PvGKiOYA . Di kelas ini Butler dibicarakan sebagai eksponen penting dari feminisme gelombang ketiga.

Kelas kedua yang juga membahas Judith Butler adalah kelas Politik Emansipasi Baru. Lihat link berikut ini https://www.youtube.com/watch?v=Q6BfAL82ZTU Kelas ini diselenggarakan pada Februari dan Maret 2024 yang lalu. Berbeda dengan kelas Gender & Politik, di kelas ini Judith Butler dibahas dalam kerangka politik emansipasi baru.

Rangkaian kelas Judith Butler sudah memasuki sesi yang keenam. Sesi ini secara khusus membicarakan pemikiran Butler tentang tubuh. Beberapa hari sebelum sesi ini mulai seseorang di Bali yang mengaku sebagai penari menghubungi admin Sekolah Riset Satukata, dan menyatakan tertarik dengan topik yang relate dengan dunia tari. 

“Saya Diane Butler, saya seorang penari, saya tinggal di Bali”, begitu ujar perempuan yang menyelesaikan studi pasca sarjananya di bidang tari dan budaya dari Wesleyan University, Amerika Serikat pada tahun 1996. “Saya ingin tahu bagaimana intelektual muda Indonesia mengupas pemikiran kakak saya, Judith Butler, untuk itu saya tertarik mengikuti kelas ini”, imbuh wanita yang sudah dua puluh tiga tahun tinggal di Indonesia tersebut.

Peneliti independen di BRIN tersebut mengatakan bahwa ia memperoleh info tentang kelas Judith Butler dari koleganya sesama peneliti BRIN yang mengirimkan flyer beberapa hari sebelumnya. “Saya teringat waktu mendampingi Judith ke Indonesia. Dia bicara seperti seorang spiritualis. Berbeda sekali dengan tulisan-tulisannya yang sulit dibaca”, kenang perempuan asing pertama yang meraih gelar PhD Kajian Budaya dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana itu. 

Ketertarikan pada ketuhanan dalam seni mendorongnya menulis tentang tubuh dari perspektif Indonesia dengan mengelaborasi pemikiran Ronggowarsito dan lain-lain. Ia melihat ada perbedaan antara orang barat dan orang timur dalam melihat tubuh. Orang timur, termasuk Indonesia, melihat tubuh tidak terlepas dari alam dan Tuhan, sehingga kesatuan manusia-alam-Tuhan ini membuat orang timur lebih mempersepsi tubuh sebagai sebuah kolektivitas. Berbeda dengan orang barat yang melihat tubuh bersifat individual.

“Terima kasih teman-teman Satukata, senang bisa bergabung di kelas ini”, kata Diane di akhir sesi tentang tubuh tersebut. “Saya akan mampir ke Satukata nanti kalau pas ke Jogja”, begitu imbuh penari yang juga Presiden dan Co-Chater Founder dari International Foundation for Dharma Nature Time. [AT]

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memori Kolektif

Sigmund Freud ; Psikoanalisis Dalam Kejiwaan Manusia

Kuasa Pencitraan