Prof. Stella dan Konstruksionisme, Metodologi untuk Menghasilkan Riset yang Berdampak

Dalam sebuah kesempatan, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi Republik Indonesia, Profesor Stella Christie, menyampaikan hal menarik. Ia mengatakan bahwa skripsi tak harus tebal, yang penting berdampak. Dalam sebuah podcast yang diselenggarakan oleh GoodTalk, beliau juga mengungkapkan bahwa riset-riset di Indonesia belum berdampak optimal, dalam https://www.youtube.com/watch?v=QM9QTi44kHI  Ini merupakan sebuah kritik yang mendasar, dan juga sebuah ajakan yang sangat penting.

Kalau kita setuju dengan Stella, secara tanpa disadari, ia sebetulnya sedang menyoroti dunia ilmu pengetahuan kita yang tidak berorientasi pada substansi. Ketika urusannya dengan soal substansi sebetulnya ini secara otomatis berhubungan dengan bagaimana ilmu dihasilkan dan bagaimana pengetahuan diproduksi. Dan ketika bagian ini bermasalah maka dengan sendirinya riset menjadi tak berdampak, dan juga skripsi, tesis dan disertasi hanya menjadi syarat kelulusan.

Ini berarti kecanggihan bermetodologi merupakan pondasi paling utama bukan saja dalam menghasilkan ilmu tapi lebih-lebih ilmu yang berdampak.

Sekolah Riset Satukata akan mengajak anda masuk ke dalam wilayah metodologi ini lebih jauh untuk melihat lebih dekat bagaimana ilmu-ilmu baru dihasilkan di kelas SERIESTIGA. Kelas metodologi ini juga akan memperlihatkan secara langsung bagaimana ketika metodologi dalam berpengetahuannya diubah, dunia yang kita tinggali ini juga akan berubah karena cara kita bertindak yang juga berubah.

Bicara tentang metodologi, ada empat jenis metodologi dalam dunia ilmu, yaitu positivisme, realisme kritis, konstruksionisme dan reflexivity. Masing-masing dari metodologi tersebut memiliki basis asumsi filosofis yang spesifik tentang apa itu pengetahuan, bagaimana pengetahuan dihasilkan, di mana sumber kebenaran, apa fungsi ilmu dan seterusnya.

Kelas kali ini, SERIESTIGA 7, sendiri adalah tentang Konstruksionisme, sebuah metodologi dalam menghasilkan pengetahuan yang didasarkan pada cara berpikir spesifik yang melihat bagaimana pengetahuan pada dasarnya adalah konstruksi realitas, bagaimana pengetahuan menciptakan dunia. Ini berbeda dengan metodologi mainstream yang memperlakukan dunia sebagai sumber dari pengetahuan.

Jadi, kalau ilmunya itu-itu saja dan tidak berdampak, mungkin memang cara menghasilkannya yang sejak dulu tidak pernah berubah. Karena tidak pernah mempertanyakannya lambat laun ia dilihat sebagai satu-satunya cara menghasilkan pengetahuan ilmiah. Akibatnya ia menjadi status quo yang kalau orang tidak berpikir dengan cara itu bisa dianggap salah atau tidak berguna.   

Salah satu kritik yang mencerminkan bagaimana sudah status quo-nya metodologi tersebut adalah, “belum penelitian kok sudah ada kesimpulannya”. Pernyataan ini sedang menolak cara lain yang dianggap berbeda dalam menghasilkan pengetahuan.

Kalau kita kembali ke pertanyaan Prof. Stella tentang kenapa produksi ilmu kita tidak berdampak, kenapa riset-riset kira kurang bernilai, mungkin memang caranya bertanya dari tahun ke tahun juga sama. Perlu metodologi yang lain supaya cara kita bertanya juga berubah. Kenapa demikian karena cara merumuskan pertanyaan sebetulnya merefleksikan metodologi tertentu yang secara implisit menjadi keyakinan seseorang dalam berpengetahuan. Dengan kata lain, metodologi yang tak kelihatan inilah yang membuat kita, peneliti, bertanya dengan cara tertentu.

Dalam sebuah sambutan yang disampaikannya pada pembukaan Lomba Peneliti Belia (LPB) Nasional di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) tahun 2024, meskipun dengan cara yang berbeda, Prof. Stella menegaskan “penelitian tidak hanya terbatas pada penggunaan alat laboratorium atau metode ilmiah, melainkan berakar pada kemampuan untuk bertanya. Kemampuan menjawab dan bertanya secara metodis adalah tulang punggung agar negara bisa maju”, dalam https://www.umn.ac.id/umn-dan-danamon-mengadakan-lomba-peneliti-belia-nasional-2024-mendorong-pentingnya-penelitian-bagi-kemajuan-indonesia/

Kelas SERIESTIGA 7: Konstruksionisme ini akan diselenggarakan secara luring mulai tanggal 28 hingga 30 April 2025. Lokasi pelaksanaan kelas berada di titik yang mudah dijangkau menggunakan kendaraan pribadi maupun transportasi umum.

Sayangnya, desain kelas ini tidak cocok untuk semua orang. Kelas ini cocok bagi anda yang berani untuk mengubah cara melihat dunia. Kelas ini juga cocok bagi anda yang sedang berusaha meng-upgrade kapasitas diri. Anda bertemu dengan kelas yang pas kalau anda adalah orang yang ingin menambah value diri, dan ingin melihat cara yang berbeda dalam menyelesaikan masalah. Kelas ini sangat disarankan bagi anda yang mencintai pengetahuan.  

Sependek yang kami tahu, ini adalah kelas pertama dan satu-satunya di Indonesia yang memfasilitasi kegelisahan banyak orang tentang bagaimana memahami konstruksionisme dan bagaimana menerapkannya dalam riset, pembelajaran dan penulisan ilmiah.

Silahkan mengunjungi link berikut ini untuk tahu apa saja yang akan dibahas dalam kelas ini: https://www.youtube.com/watch?v=yssJ2UF3aDU  [ATI] 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memori Kolektif

Nasionalisme Es Teh: Pak Sonhaji, Gus Miftah dan Ben Anderson

Sigmund Freud ; Psikoanalisis Dalam Kejiwaan Manusia